Hadapi Skandal Diesel Mercedes, CEO Daimler Ingin Pangkas 1.100 Pekerja
Daimler AG menghadapi masalah rumit yang menguras keuangan perusahaan, antara lain recall kendaraan yang berbiaya tinggi, denda oleh Pemerintah Jerman akibat perangkat lunak mesin diesel ilegal dan ditambah kondisi pasar otomotif yang melambat.
Langkah yang diambil sang CEO cukup mengejutkan, yaitu mengurangi level manajemen di perusahaan sebanyak 10% atau berpotensi menghilangkan 1.100 posisi Management di Daimler AG.
Selain itu perusahaan induk pabrikan mobil Mercedes-Benz tersebut dikabarkan akan membekukan gaji sekitar 300.000 karyawannya di Jerman. Kallenius dilaporkan juga meminta pekerja Mercedes di Jerman untuk tidak meminta kenaikan gaji.
Anggaran Kerugian
Daimler AG dikabarkan telah menganggarkan 2,6 miliar Euro untuk menutup biaya terkait skandal diesel pada paruh pertama 2019, setelah regulator Jerman KBA memerintahkan penarikan 60.000 unit model GLK yang terindikasi menggunakan perangkat lunak ilegal pada mesinnya.
Namun perusahaan tersebut menolak untuk merinci lebih detail, berapa alokasi untuk perbaikan mobil recall, denda pada pihak berwenang dan litigasi. Dilaporkan perusahaan mengalami kerugian bersih sebesar 1,2 Miliar Euro (Sekitar Rp. 18,6 T) pada quartal kedua.
Baca juga: Mercedes Benz Ingin Akhiri Kerjasama dengan Aliansi Nissan
Penolakan dari Internal
Berita mengenai keputusan CEO Mercedes ini mendapat pertentangan dari internal Daimler, Ketua dewan pekerjaan umum dan anggota dewan pengawas Daimler, Michael Brecht, menolak dengan tegas langkah-langkah Kallenius.
Menurut Brecht, usulan Kallenius dapat memicu emosi dan ketegangan yang tinggi, karena permintaan sang CEO tidak proporsional dengan situasi keuangan perusahaan sebenarnya.
Michael Brecht mengibaratkan situasi Daimler ini seperti awal musim dingin yang kian membeku, namun penuh badai dengan awan yang kian gelap. “Ini seperti musim saat ini, belum membeku, tetapi semakin banyak badai dan awan semakin gelap,” ujar Brecht.
Sang CEO Daimler AG, Ola Källenius yang belum lama menjabat, menghadapi badai yang cukup besar. Sayangnya masalah skandal diesel Mercedes terkait software emisi ini mencuat saat dunia dalam perang dagang antara 2 kekuatan ekonomi dunia, yang merupakan pasar terbesar bagi perusahaannya.