Laki-laki dalam Paradoks Mobil, sebuah Insight dalam Buku The Psychology of Money

Laki-laki dalam Paradoks Mobil

Share

CaruserMagz.comLaki-laki dalam Paradoks MobilMen in Car Paradox adalah salah satu bab pembahasan di buku The Psychology of Money karya penulis Inggris, Morgan Housel. Buku tersebut menjadi salah satu buku Best Seller global, karena membuka mata banyak orang tentang persepsi yang benar tentang uang, kekayaan, kebahagiaan dan ketamakan.

Menarik untuk dibahas lebih dalam mengenai salah satu bab tentang mobil sebagai barang yang digandrungi kaum laki-laki.

Banyak kamu Adam menganggap bahwa memiliki mobil pribadi adalah salah satu pencapaian besar dan merupakan salah satu bukti kesuksesan dari kelaki-lakiannya. Karena untuk mampu membeli mobil, seorang laki-laki harus memiliki kapasitas finansial yang besar.

Beli Buku The Psychology of Money melalui link berikut:

Sehingga tak jarang kita lihat banyak laki-laki menjadikan mobil sebagai obsesi, bahkan bagi yang berkelimpahan harta, mobil menjadi hobby dan aktualisasi dari perwujudan strata sosialnya.

Pada level yang lebih ekstrim, kaum laki-laki menjadikan mobil sebagai alat pamer kekayaan, flexing atau untuk menunjukkan seberapa besar kemampuan finansialnya.

Morgan Housel membahas fenomena itu dari sudut pandangnya tentang persepsi orang lain terhadap orang-orang yang memamerkan kekayaannya dengan barang-barang mewah, semisal mobil, perhiasan, rumah mewah dan lain sebagainya.

Tak Seorangpun Peduli pada Kekayaan Anda

“Tidak seorangpun akan terkesan dengan barang milikmu, sebanyak dirimu sendiri,” tulis Housel dalam pembukaan sub-bab itu.

Kaum laki-laki dalam paradoks mobil adalah bahwa mereka merasa penting mengirim sinyal yang kuat pada orang lain, bahwa mereka sukses, penting, pintar, kaya dan memiliki selera tinggi dengan mengendarai tunggangan mewah semisal sport car, supercar atau luxury car.

Namun sebenarnya orang lain tidak mempedulikan siapa yang mengemudikan atau memiliki mobil mewah dan gagah tersebut. Sebaliknya orang berpikir sama dengan pemilik mobil itu. Orang-orang akan membayangkan seandainya dirinya sendiri yang memiliki mobil itu.

Paradoks di sini: “Orang cenderung ingin kekayaan memberi sinyal kepada orang lain bahwa mereka harus disukai dan dikagumi. Namun pada kenyataannya, orang lain lebih banyak yang mengabaikan rasa kagum terhadap pemilik barang mewah, bukan karena mereka tidak menganggap kekayaan itu mengagumkan, tetapi karena mereka menggunakan kekayaan si kaya sebagai tolak ukur keinginan mereka sendiri, untuk juga disukai dan dikagumi”.

Saat Orang Melihat Mobil Bagus di Jalanan

Kebanyakan kita, saya dan Anda, jika melihat mobil mewah melintas di jalan raya, semisal sesosok Rolls Royce Phantom lewat di hadapan kita saat kita berada di pinggir jalan, maka yang kita kagumi adalah mobil tersebut.

Betapa indahnya, betapa aristokratnya mobil itu, akan seperti apa rasa berada di dalamnya? Hingga pikiran berlanjut pada berapa harganya? bisakah saya membelinya? jika saya punya uang apakah saya akan membelinya? Seperti apa pendapat orang-orang jika saya bisa memiliki mobil RR Phantom itu?

Herannya, kebanyakan kita tidak akan bertanya atau terlintas pertanyaan, “siapa kah yang berada di dalam mobil itu? siapakah pemilik mobil itu? Apa pekerjaannya hingga dia mampu membeli RR Phantom?”.

Pelajarannya adalah “Kebanyakan orang mungkin berpikir menginginkan mobil mahal, jam tangan mewah, dan rumah besar. Tapi sebenarnya tidak. Yang sebenarnya mereka inginkan adalah rasa hormat dan kekaguman dari orang lain, dan mereka pikir, dengan memiliki barang mahal akan mendatangkan rasa hormat dan kekaguman itu. Faktanya, hampir tidak pernah demikian!”

Jika rasa hormat dan kekaguman adalah tujuan Anda, berhati-hatilah dalam mencarinya. Karena itu berarti Anda telah terjebak menjadi Laki-laki dalam paradoks mobil. Kerendahan hati, kebaikan, dan empati akan memberi Anda lebih banyak rasa hormat daripada tenaga kuda (mobil mewah).

Orang Kaya Sesungguhnya, Tidak Ingin Kekayaannya Terlihat

Membelanjakan uang untuk menunjukkan pada orang-orang sebanyak apa uang milikmu, adalah cara tercepat untuk menghabiskan uang.

Jika Anda melihat mobil mewah melintas, Anda mungkin secara intuitif menganggap pemilik mobil itu kaya. Tetapi belum tentu demikian, karena beberapa dari pemilik mobil mewah itu adalah mereka yang memaksakan diri agar terlihat kaya, sedangkan mobilnya adalah beban dan hutang.

Banyak yang ekonominya biasa-biasa saja, tapi menghabiskan sebagian besar gaji mereka untuk membayar DP kredit mobil, lalu secara diam-diam keuangannya tersiksa tiap bulan, untuk melunasi cicilan.

Kita cenderung menilai kekayaan dari apa yang kita lihat, karena itulah informasi yang ada di depan kita. Tapi kita tidak dapat melihat rekening banknya. Jadi kebanyakan orang mengandalkan penampilan luar untuk mengukur kesuksesan finansial, yakni mobil, rumah, foto Instagram dan lainnya.

Kapitalisme modern membantu orang memalsukan citarasa tampak kaya, hingga pamer kekayaan dijadikan industri yang dihargai. Tetapi kenyataannya adalah bahwa kekayaan adalah apa yang tidak Anda lihat.

Kekayaan adalah mobil bagus yang tidak dibeli, berlian yang tidak dibeli, Jam tangan mahal yang tidak dibeli, dan lain sebagainya. Kekayaan adalah aset keuangan yang belum diubah menjadi barang (konsumtif) yang Anda lihat.

Terlihat Kaya vs Sebenarnya Kaya

Investor Bill Mann pernah menulis: “Tidak ada cara yang lebih cepat untuk merasa kaya, daripada menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang benar-benar baik. Tetapi cara menjadi kaya (yang sebenarnya) adalah dengan membelanjakan uang yang Anda miliki, dan tidak membelanjakan uang yang tidak Anda miliki. Ini benar-benar sesederhana itu.”

Flexing dengan Mobil Mewah jadi Budaya Orang Kaya
Flexing dengan Mobil Mewah jadi Budaya Orang Kaya

Kita harus berhati-hati dalam membedakan antara ‘terlihat kaya‘ dan ‘menjadi kaya‘. Tidak mengetahui perbedaannya adalah asal-muasal dari kebangkrutan karena keputusan keuangan yang buruk.

Dunia dipenuhi dengan orang-orang yang terlihat sederhana tetapi sebenarnya kaya dan orang-orang yang terlihat kaya tapi hidup di ambang kebangkrutan. Ingatlah hal ini ketika Anda dengan cepat menilai kesuksesan orang lain dan menetapkan tujuan Anda sendiri.

Jika kekayaan adalah apa yang tidak Anda belanjakan, apa gunanya?

Contoh yang bisa kita lihat di Indonesia adalah sosok Pak Sandiaga Salahuddin Uno. Kekayannya sering diumumkan bernilai Triliunan Rupiah. Pada April 2022, Sandiaga Uno mendapat tambahan kekayaan sebesar Rp 175 Miliar dari Dividen kepemilikan Sahamnya di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).

Seorang yang sekaya Pak Sandiaga Uno semestinya kita bayangkan akan memiliki deretan mobil mewah. Semisal Supercar dari merek Ferrari, Lamborghini, Aston Martin hingga Coenigsegg, beberapa SUV mewah premium, dan kendaraan sehari-harinya Luxury sedan.

Tapi kenyataannya, mobil sehari-hari Pak Sandiaga Uno adalah Nissan XTrail yang sudah berumur. Berapalah harga Nissan XTrail? Pada kondisi barunya saat dibeli mungkin hanya sekitar Rp 500 jutaan. Dibanding kekayaannya yang triliunan itu seperti remah debu.

Tapi bagi orang-orang yang benar-benar kaya, yang penting dari suatu barang semisal mobil adalah kegunaan, keamanan, kenyamanan dan kehandalannya. Jika hal itu telah terpenuhi dari yang berharga murah, mengapa harus menghabiskan banyak uang untuk membeli dan biaya operasionalnya.

Lalu apakah Anda akan berpikir bahwa kekayaan seorang Sandiaga Uno tidak berguna baginya dan bagi orang lain?

Anomali, tapi Banyak Terjadi!

Sebaliknya, ada banyak pegawai swasta/negeri bergaji tidak sampai dua kali besaran UMR, harus merelakan 70% gajinya untuk membayar cicilan motor Kawasaki Ninja atau mobil Toyota Fortuner selama beberapa tahun.

Alasannya membeli motor atau mobil berharga ratusan juta itu, adalah bahwa dia merasa penting memiliki kendaraan yang bagus untuk berangkat kerja. Padahal aslinya, dia hanya ingin terlihat kaya dan dikagumi.

Karena jika hanya untuk berangkat kerja, pada level penghasilan sang pegawai itu, skuter matic 110cc atau mobil LCGC semisal Toyota Agya pun akan lebih fungsional di jalanan kota yang macet, dibanding motor Kawasaki Ninja atau Toyota Fortuner.

Tidak ada yang salah dengan membeli dan memiliki mobil mewah, asal Anda benar-benar mampu membelinya, memeliharanya dan membiayai kepemilikannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *